YUNI R INTARTI - Ada Harapan Seusai KTT Ke-7?

Judul : Ada Harapan Seusai KTT Ke-7?
Sumber : Kompas, Kamis, 30 Oktober 2008

Oleh YUNI R INTARTI

Pertemuan para pemimpin negara pada KTT Pertemuan Asia-Eropa (Asem) Ke-7 di Beijing, China, 24-25 Oktober 2008, menunjukkan, kerja sama organisasi ini selama 12 tahun sukses mencuri perhatian berbagai negara dan lembaga internasional.

Hingga kini, negara dan lembaga regional yang bergabung dengan forum itu terus berkembang hingga 45 anggota meski kerja sama itu bersifat informal meeting dan banyak pengamat pesimistis dengan keberadaannya. Keanggotaan ini akan meluas karena negara di luar kawasan, seperti Rusia, Australia, dan Selandia Baru, juga ingin bergabung. Mengapa ingin bergabung?

Eksistensi Asem

Asem lahir karena beberapa faktor, antara lain, melihat adanya The Missing Link in the Triangle Asia-Europe-USA (Herbert Diler : 1997), keajaiban Asia, serta mencari alternatif lain dalam melihat pasar dan potensi yang dapat dimanfaatkan, berlandaskan tiga pilar utama, yaitu politik, ekonomi, dan sosial-budaya.

Sejarah Asem mencatat peran ASEAN sebagai perekat hubungan kerja sama itu. Diharapkan hal itu mampu mengharmoniskan hubungan Asia Timur-Uni Eropa yang terlihat bersitegang dalam persaingan perdagangan dunia serta merekatkan hubungan negara-negara ASEAN dengan negara Asia Timur dan Uni Eropa yang dulu pernah menjajah sebagian negara ASEAN.

Dalam pelaksanaannya, tiap mitra anggota diharapkan dapat saling bertukar pengalaman dari keberhasilan yang telah dicapai dan persoalan yang dihadapi. Munculnya Uni Eropa dalam percaturan politik dunia menjadikannya kekuatan dunia yang baru selain Amerika Serikat.

Keberhasilannya dalam menerapkan single market dan single currency membuat kawasan lain ingin mencontoh.

Harapan Indonesia

Tarik-menarik kepentingan dan persaingan akan selalu ada dalam kerja sama karena itu merupakan ”permainan politik” yang menuntut kepiawaian dan kecerdasan tiap anggotanya.

Situasi ini menuntut pemerintah untuk lebih lihai dan cerdas dalam ”meramu kebijakan luar negeri”, membuat strategi jitu dalam memanfaatkan kesempatan dan peluang yang ada, serta menangkal isu-isu negatif yang ditujukan kepada Indonesia, seperti sarang terorisme, sumber illegal logging, serta tingkat kolusi dan korupsi yang tinggi.

Atas nama kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat telah membuat Indonesia menjadi anggota berbagai organisasi internasional.

Begitu pun dengan Asem. Rakyat Indonesia berharap Indonesia mampu menjadi ”pemain inti” bukan ”penggembira” atau ”pengekor” (follower), maupun ”obyek” bagi kepentingan negara-negara kuat anggota Asem lainnya.

Saat ini diharapkan kerja sama Asem dapat menghasilkan solusi jitu dari efek domino krisis keuangan yang bersumber dari AS. Solusi yang disepakati diharapkan nyata hasilnya, bukan sekadar wacana atau omong kosong. Banyak peluang bisa dimanfaatkan, tetapi sering terabaikan.

Di bidang ekonomi, Indonesia harus fokus dalam menciptakan keunggulan kompetitif yang tidak bisa diproduksi negara lain karena negara ini kaya akan potensi alam maupun sosial budaya. Karena kalah dalam persaingan teknologi dan harga, Indonesia amat sulit mengungguli produk-produk dari Uni Eropa, Jepang, China, bahkan Thailand.

Pendidikan

Sumber daya yang amat potensial lainnya, terutama untuk jangka panjang, adalah bidang pendidikan. Kita dapat melihat Jepang, yang porak poranda dalam Perang Dunia II mampu melesat menjadi negara maju dengan mengirimkan begitu banyak warganya belajar ke luar negeri. Bahkan, Malaysia yang semula banyak belajar dari Indonesia kini keadaannya telah terbalik.

Pengiriman putra-putri terbaik bangsa untuk studi ke luar negeri, baik melalui beasiswa pemerintah maupun luar negeri, harus diimbangi dengan menyiapkan infrastruktur di dalam negeri, baik bagi mereka yang akan berangkat maupun setelah kembali untuk membangun negeri.

Banyak WNI yang sudah menyelesaikan studi tak dapat kembali ke Indonesia karena tidak ada tempat untuk mempraktikkan dan mengembangkan ilmunya. Selain itu, kurang sekali penghargaan terhadap ilmu dan keahlian yang mereka miliki, misalnya standar gaji, jenjang karier, dan fasilitas yang seharusnya diperoleh. Hal ini juga terjadi pada lulusan dalam negeri.

Diharapkan, pemerintah lebih dapat mendekatkan dunia pendidikan dengan dunia industri, baik lokal maupun asing, karena inovasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains akan mendatangkan devisa amat besar dan merupakan sumber daya yang tidak akan pernah habis.

Melalui Asem, kesempatan dan peluang itu tersedia untuk dimanfaatkan.

Yuni R Intarti Alumnus PS Kajian Wilayah Eropa PPS UI