Doyo Prasojo - Mainan Maut dari Limbah RS

Judul : Mainan Maut dari Limbah RS
Sumber : Kompas, Rabu, 19 November 2008

Oleh Doyo Prasojo

Belum lama ini, sebuah televisi swasta melaporkan adanya mainan anak-anak terbuat dari limbah medis rumah sakit. Mainan itu berasal dari jarum suntik, alat infus, pipet, dan alat cuci darah.

Bahan limbah medis RS ini dibuang begitu saja, lalu dipungut pemulung, dicuci, dibungkus, dan dijual di sebuah sekolah dasar. Anak-anak pun banyak yang membeli dan menggunakannya untuk bermain, tanpa memahami bahaya mengancam dirinya.

Atas kejadian itu, terlihat betapa sembrononya sebuah RSUD di daerah Jawa Barat yang membuang limbahnya tanpa diproses atau dihancurkan.

Dapat dipastikan, dengan tidak diprosesnya limbah medis itu, kuman atau bibit penyakit yang menempel dan bersarang akan tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada anak. Apabila anak-anak ini terkontaminasi lalu terjangkit penyakit HIV atau hepatitis melalui limbah medis, dalam puluhan tahun diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia menurun, belum lagi pengobatannya yang mahal

Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM menurun, bahkan menyebabkan maut.

Limbah medis

Limbah merupakan sisa usaha atau kegiatan. Ada beberapa konsep dalam mengelola limbah, yaitu mereduksi limbah, meminimalisasi limbah melalui reduksi sumbernya, produksi bersih, dan teknologi bersih.

Kegiatan pelayanan RS selain meningkatkan derajat kesehatan, juga menghasilkan limbah medis. Limbah medis ini mengandung kuman patogen, virus, zat kimia beracun, dan zat radioaktif yang membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan.

Limbah medis dapat berupa benda tajam, seperti jarum suntik atau perlengkapan infus. Ada juga limbah infeksius yang berkaitan dengan penyakit menular dan limbah laboratorium yang terkait pemeriksaan mikrobiologi. Limbah jaringan tubuh meliputi organ anggota badan, darah, dan cairan tubuh yang dihasilkan saat pembedahan. Limbah ini dikategorikan berbahaya dan mengakibatkan risiko tinggi infeksi.

Keberagaman limbah memerlukan penanganan yang baik sebelum limbah dibuang. Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Padahal, limbah medis seharusnya dibakar menjadi abu di insinerator bersuhu minimal 1.200-1.600 derajat celsius.

Minimalisasi limbah

Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda. Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan pengantar orang sakit.

Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.

Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah medis.

Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan. Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah (end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi.

Kini telah berkembang pemikiran pengelolaan limbah dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan. Dengan pendekatan sistem itu, tak hanya cara mengelola limbah sebagai by product (output), tetapi juga meminimalisasi limbah. Pengelolaan limbah RS ini mengacu Peraturan Menkes No 986/Menkes/Per/XI/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M PLP No HK.00.06.6.44,tentang petunjuk teknis Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Intinya penyelamatan anak harus di nomorsatukan, kontaminasi agen harus dicegah, limbah yang dibuang harus tak berbahaya, tak infeksius, dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan kembali

Rumah sakit sebagai bagian lingkungan yang menyatu dengan masyarakat harus menerapkan prinsip ini demi menjamin keamanan limbah medis yang dihasilkan dan tak melahirkan masalah baru bagi kesehatan di Indonesia.

Doyo Prasojo Mahasiswa Program Magister KARS-FKMUI