Oleh Ahmad Erani Yustika
Kehadiran Barack Obama dalam panggung politik AS diduga bakal berdampak luar biasa bagi dunia. Pengaruh besar itu bukan karena AS dominan di bidang ekonomi dan politik luar negeri, tetapi secara spesifik kehadiran Obama akan menimbulkan stimulus besar yang memengaruhi dunia.
Ada tiga stimuli Obama terhadap dunia. Pertama, Obama menawarkan pendekatan persuasi dalam politik luar negeri sehingga tiap masalah (konflik) tidak diselesaikan dengan operasi militer.
Kedua, Obama akan mengakhiri era ”negara tidur” di bidang ekonomi (sosial) yang selama ini menjadi pemicu aneka soal terkait kemerosotan ekonomi, hancurnya akses dan kualitas kesehatan, serta menurunnya pendidikan AS.
Ketiga, Obama berpotensi menggalang solidaritas global demi mengatasi persoalan ketimpangan kemakmuran global yang kian mengerikan.
Proyek penataan ekonomi
Fakta yang tidak dapat dihindari, ekonomi AS yang serba dipandu pasar adalah ketimpangan kesejahteraan antarwarga. Hal itu membuat sebagian warga AS sulit mengakses perumahan, pendidikan, dan kesehatan yang layak. Realitas ini tentu mengecewakan sebab sebagai salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia, seharusnya membuat semua penduduk AS mendapat kelayakan kebutuhan hidup dasar (bahkan sekunder/tersier). Kenyataan, justru sebaliknya yang terjadi. Sumber dari itu semua adalah ketimpangan pendapatan. Hal ini berbeda dengan sebagian negara di Eropa, seperti Jerman, yang meski pendapatan per kapita lebih rendah, tetapi tingkat ketimpangan pendapatannya rendah sehingga akses publik terhadap perumahan, pendidikan, dan kesehatan relatif bagus (tentu dengan ditopang sistem jaminan sosial yang kokoh).
Obama amat menyadari hal itu sehingga bersama tim ekonominya, dia berupaya merombak sistem ekonomi AS yang selama ini menjadi penyebab ketimpangan itu. Salah satu yang akan dilakukan adalah mendesain kebijakan pajak progresif, di mana warga yang lebih kaya (pendapatan di atas 250.000 dollar AS) akan mendapat beban pajak lebih tinggi.
Model ini memberi dua dampak penting. Pertama, mengikuti pandangan Keynes, pajak progresif yang akan memeratakan pendapatan pasti bisa meningkatkan permintaan total (aggregate demand) masyarakat sehingga ekonomi berpotensi bergerak lebih cepat. Penjelasannya, kelompok kaya cenderung memakai sebagian (besar) pendapatannya untuk ditabung, sementara kaum papa membelanjakan seluruh pendapatannya. Memang, pajak progresif bukan satu-satunya instrumen ekonomi untuk meningkatkan permintaan total, tetapi berdasarkan pengalaman, instrumen ini amat efektif.
Kedua, pajak progresif yang dikelola dengan baik melalui skema sistem jaminan sosial membuat akses kelompok miskin untuk memperoleh hak dasar minimum—seperti kesehatan, pendidikan, dan perumahan (bisa diperluas dalam banyak segi)—akan meningkat drastis. Obama amat menyadari hal ini sehingga sistem jaminan sosial menjadi salah satu prioritas program kerjanya. Dalam bidang kesehatan, Obama ingin meningkatkan persentase warga yang dijamin asuransi kesehatan, di mana dalam satu dekade terakhir justru menurun. Hal yang sama juga terjadi di bidang pendidikan dan perumahan. Untuk mewujudkan program itu, diperlukan peran negara yang cukup ”eksesif”, yang selama ini dihindari ideologi pasar. Peristiwa ini menandai keyakinan baru yang diperagakan AS untuk menyusun sistem ekonomi (sosial) yang lebih bermakna bagi masa depan yang lebih menjanjikan kesetaraan kesejahteraan.
Tata ekonomi dunia
Warga dunia juga berharap, Obama tidak berhenti menata ekonomi domestik AS, meski portofolio tugas yang diembannya mengurus masalah dalam negeri. Peran Obama diperlukan dalam mendesain kembali tata ekonomi dunia karena dua pertimbangan penting.
Aspek pertama, keyakinan bahwa AS merupakan negara yang paling berpengaruh dalam mengonstruksi tata ekonomi dunia sehingga wajar bila tuntutan perubahan tata ekonomi dunia juga harus melibatkan AS secara aktif.
Aspek kedua, realitas bahwa tata ekonomi dunia yang disorong AS selama ini telah menghasilkan residu pembangunan yang amat pahit, misalnya kemiskinan massal, ketimpangan pendapatan, kriminalitas, dan aneka patologi sosial lainnya. Stigma AS yang serba buruk dapat dilenyapkan hanya jika AS menempuh langkah radikal untuk ikut memperbaikinya.
Secara substansial, rasanya tidak terlalu berat bagi Obama untuk memikul beban itu karena model reformasi ekonomi untuk menata ekonomi domestik AS paralel dengan kebutuhan reformasi tata ekonomi dunia. Krisis ekonomi yang bermula dari AS juga menjadi kekuatan pendorong yang meyakinkan bahwa model pembangunan dan sistem ekonomi pasar tanpa pagar hanya menimbulkan ilusi. Spirit program ekonomi domestik AS itu harus terpantul dalam kebijakan ekonomi luar negerinya sehingga dua pilar terpenting interaksi ekonomi dunia—sistem perdagangan dan keuangan—menjadi obyek reformasi utama. Proyek liberalisasi perdagangan dan keuangan harus dikaji ulang untuk memberi ruang bagi negara berkembang memperkuat ekonominya. Adapun bagi negara maju, reformasi itu diperlukan untuk menata ulang desain ekonominya. Jika komitmen Obama sampai level ini, idiom ”Change We Believe In” akan lebih bergema secara internasional.
Ahmad Erani Yustika Direktur Eksekutif Indef; Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya