MT Zen - Napas Baru Hubungan Indonesia-Jepang

Judul : Napas Baru Hubungan Indonesia-Jepang
Sumber : Kompas, Sabtu, 8 November 2008

Oleh MT Zen

Sewaktu meresmikan Expo Jepang-Indonesia, petinggi Indonesia mengatakan agar Indonesia jangan lagi menjadi sekadar pemasok bahan mentah. Begitu terbaca pada Kompas, 2 November. Kasihan deh, bangsa Indonesia.

Para pemimpin dan pejabat Indonesia terbiasa telat mikir. Sekarang kita hampir memasuki dasawarsa kedua abad XXI. Pak Habibie pada tahun 1970-an sudah berseloroh tentang nilai tambah pada bahan mentah Indonesia. Sebagai Menristek, Habibie bicara tentang nilai tambah sedemikian rupa sampai kita pekak.

Pada pidato Dies Natalis ITB penulis berbicara tentang nilai tambah pada bahan mineral. Secara spesifik dikatakan bahwa negara yang hanya menjual bahan mentah terus-terusan dan mengimpor hasil industri dari negara maju akan bangkrut.

Pada 24 Oktober 2008 di hadapan Majelis Guru Besar ITB, mengantisipasi Dies Natalis ke-50 ITB tahun depan, penulis mengimbau pemerintah dan mengusulkan agar secepatnya Indonesia membangun masyarakat dengan sistem perekonomian berbasiskan pengetahuan. Seharusnya program begitu dilansir pemerintah tahun 2004/2005 saat Indonesia sudah mulai keluar dan krisis moneter selama delapan tahun.

Napas baru

Berkaitan dengan memperingati 50 tahun kerja sama Indonesia-Jepang sebaiknya kedua belah pihak melihat perkembangan itu dengan perspektif lebih luas dan lebih mendalam, Indonesia dengan Jepang saling membutuhkan. Kenapa? Kini Asia sedang bangkit. Kebangkitan Asia memang dimulai oleh Jepang: Dairen, Port Arthur, dan Dai Toa Sengsho. Kini Jepang tak lagi sendiri. Di seberang selat itu Sang Naga besar, kuat, dan kaya sedang menggeliat.

Bagaimanapun Jepang tak akan merasa nyaman. Jepang masih tetap membutuhkan kerja sama dalam memperoleh bahan mentah dari Indonesia dan negara ASEAN lain. Jepang butuh berhubungan baik dengan negara-negara ASEAN.

Tujuan ekspor Jepang, selain Amerika Serikat dan Amerika Latin, adalah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Untuk ekspor barang industrinya, Jepang akan tetap bergantung pada transportasi laut. Lewat mana?

Selat Malaka sudah sangat dangkal. Biaya asuransi sangat mahal di kemudian hari. Jadi, alternatif lain adalah Selat Makassar terus ke Selat Lombok. Pengembangan Kalimantan bagian Timur dan Sulawesi bagian Barat akan menjadi tumpukan gula.

Ada gula ada semut. Ada kegiatan berarti ada pekerjaan dan itu berarti rezeki. Maka, orang akan berbondong-bondong ke kawasan baru itu. Sesudah itu kita kembangkan lagi Morotai dan wilayah lain di Papua, Sumatera, dan lain lain.

Ini adalah kesempatan emas bagi Indonesia untuk mengembangkan wilayah sebelah-menyebelah Selat Makassar itu: Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta wilayah tepi Timur Selat Makassar. Ke depan daerah Selat Makassar itu mungkin berkembang menjadi daerah eksploitasi minyak dan gas. Di Kalimantan Timur dan Selatan ada batu bara, mineral-mineral lain, minyak, gas, kayu, dan hutan kalau belum dihabiskan Departemen Kehutanan.

Jepang perlu posisi geografis Indonesia dan sumber daya alamnya. Jadi, sumber daya alam itu diolah di situ, terus diekspor ke Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, Amerika Utara, Amerika Latin, dan Amerika Tengah. Namun, diekspor sebagai barang industri dan tak lagi sebagai bahan mentah atau setengah jadi.

Jepang memiliki modal dan teknologi maju. Mau apa saja dia bisa. Eropa masih sangat sibuk dengan sesama negara Eropa: Jerman, Perancis, lnggris, Eropa Utara, dan Eropa Timur.

Nah, kerja sama yang memberi dampak besar dan berarti itu hanyalah kerja sama untuk jangka panjang. Kerja sama jangka panjang itu hanya dapat terlaksana jika bersifat benar-benar saling menguntungkan kedua pihak. Jika salah satu merasa tertipu, kerja sama itu segera berakhir.

Tadi disebutkan Jepang memiliki modal dan teknologi. Indonesia memiliki sumber daya alam serta posisi geografis yang menguntungkan. Jepang mempunyai sesuatu yang jauh lebih berharga: kebudayaan yang tinggi. Disiplin, harga diri yang tinggi, menjunjung tinggi kehormatan diri. Jika gagal melakukan tugas, darah menjadi taruhan.

Seremoni

Apa pun yang dilakukan oleh orang Jepang, mereka lakukan dengan sesempurna mungkin. Lihat seremoni minum teh. Lihat seremoni seppuku (orang Indonesia lebih mengenal kata harakiri). Perbuatan itu bukan sekadar bunuh diri dengan membelah perut, melainkan suatu seremoni. Lihat bagaimana mereka membangun Taman Jepang. Saksikan sebuah katana (pedang) Jepang. Lihat bagaimana Jepang membangun dan memelihara lingkungan hidupnya. Taman-taman nasional semuanya dilakukan dengan kesempurnaan yang sangat tinggi.

Perhatikan haiku Jepang (semacam syair) dengan kata-kata sedikit mungkin. Di sini terpancarkan economical logic yang sangat tinggi. Perhatikan syair atau haiku dari Basho, lalu kaligrafi kanji! Di atas segala-galanya Jepang dapat membangun disiplin yang sangat tinggi. Semua itu mencerminkan kepribadian Jepang yang sebenarnya. Itu yang terutama diperlukan Indonesia selain dari modal dan teknologi.

Jadi, yang dimaksud di sini kerja sama antara Indonesia dan Jepang seharusnya dilandasi oleh dasar budaya yang kuat. Bukan hubungan dagang belaka.

Untuk itu, kirimkanlah sebanyak-banyaknya mahasiswa Indonesia ke Jepang. Belajar apa saja, dari sains hingga ke teknologi tinggi dan budaya Jepang. Selayaknya dari pilihan yang banyak itu dikembangkan perekonomian berbasiskan pengetahuan. Dasarnya adalah teknologi informasi, ICT, dan pembuatan perangkat lunak.

Sebaliknya, datangkan ahli-ahli desain Jepang ke Indonesia untuk meningkatkan kualitas industri kreatif Indonesia yang kini benar-benar mau dikembangkan. Tirulah industri perfilman Jepang. Mau melihat karakter Jepang, tonton film The Last Samurai yang dibintangi Tom Cruise dan perhatikan betul-betul kepribadian Katsumoto yang diperankan oleh Ken Watanabe. Tonton Rashomon, tonton The Gates of Hell, The Mistress, atau film-film Kurosawa yang lain.

Pendek kata, apa yang mau dicapai dengan Jepang? Jadikan Indonesia gudang pangan dunia, terutama dari hasil laut. Bangun benua maritim Indonesia menjadi suatu taman wisata dunia. Belajarlah dari orang Jepang apa yang disebut pelayanan itu. Dari sana kita mulai membangun pemerintahan yang bersifat mengayomi dan melayani.

Bangun benua maritim Indonesia menjadi pusat transportasi laut dunia, terutama untuk kawasan Pasifik. Pelabuhan Samudera untuk menampung Post Panama Containerships dan Pusat Pelayanan Udara yang menjembatani Eurasia dan Australia.

Bangun Indonesia menjadi salah satu pusat teknologi informasi, ICT, dan pusat industri perangkat lunak terbesar di kawasan Asia. Dengan Jepang ini dapat dilakukan. Indonesia membutuhkan jutaan komputer untuk melayani SD, SMP, SMA dan pondok pesantren di Tanah Air agar semua anak Indonesia melek komputer, dapat menyadap pengetahuan dari internet.

Masih banyak yang harus dibangun. Kali lain kita perpanjang. Dengan Jepang Mungkin Kita Bisa! Bersama Jepang Kita Bisa! Quod erat demonstrandum.

MT Zen Pensiunan Guru Besar Emeritus ITB