Rachmat Gobel - Babak Baru Indonesia-Jepang

Judul : Babak Baru Indonesia-Jepang
Sumber : Kompas, Sabtu, 1 November 2008

Oleh Rachmat Gobel

Indonesia dan Jepang adalah dua bangsa yang mempunyai sentimen dan hubungan sejarah yang panjang sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Setelah menjalani berbagai suka dan duka pada era prakemerdekaan, sejak tahun 1958 kedua negara resmi menjalani hubungan diplomatik sebagai negara yang sama-sama merdeka. Tepat pada tahun 2008, lima puluh tahun sudah kedua negara menjalin persahabatan dan kemitraan dalam berbagai hal, mulai ekonomi, teknologi, hingga sosial budaya.

Di bidang ekonomi, banyak hal yang sudah dicapai. Hingga kini, Jepang masih tetap menjadi mitra utama Indonesia, terutama dalam perdagangan dan investasi. Jepang adalah negara utama perdagangan internasional Indonesia, baik dalam hal ekspor maupun impor. Tidak kurang dari 17 persen total produk ekspor nasional dipasarkan ke negara matahari terbit itu dan Jepang adalah negara pengimpor kedua terbesar ke Indonesia.

Babak baru

Hubungan dan kerja sama ekonomi Indonesia-Jepang juga ditandai pesatnya perkembangan perusahaan Jepang di Indonesia. Di bidang investasi, sejak tahun 1966 hingga 2006, total foreign direct investment Jepang di Indonesia tercatat yang terbesar, yaitu 40 miliar dollar AS atau mencakup sekitar 13 persen dari seluruh investasi asing di Indonesia.

Setelah melewati setengah abad, kini hubungan Indonesia- Jepang memasuki babak baru, setidaknya dengan ditandatangani dokumen perjanjian kerja sama ekonomi tahun lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang—saat itu—Shinzo Abe. Banyak kalangan menilai dokumen yang dikenal sebagai Indonesia- Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) sebagai perjanjian yang strategis dan memberikan peluang besar bagi Indonesia.

Dalam satu kesempatan, Menteri Perdagangan Mari Pangestu memprediksikan IJ-EPA akan mendorong volume investasi Jepang ke Indonesia dan diperkirakan bisa mencapai 65 miliar dollar AS dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Angka ini meliputi pembangunan capacity- building di 10 sektor industri, yakni industri otomotif, elektronik, konstruksi, mesin, fasilitas publik, promosi, makanan, tekstil, besi dan kimia, serta petrokimia.

Di sektor perdagangan, Indonesia akan memotong tarif impor lebih dari 10,350 kategori, sementara Jepang akan mengurangi tarif impor untuk 8,350 kategori. Dengan perimbangan seperti ini, ekspor Indonesia ke Jepang akan melonjak 14 persen pada tahun pertama dan 4,7 persen pada tahun berikutnya.

Memanfaatkan peluang

Sejauh mana perkiraan itu bisa tercapai akan sangat bergantung pada kemampuan Indonesia dalam mengisi dan menjalin hubungan dengan Jepang ke depan. Bagi saya, Indonesia pasti bisa memanfaatkan peluang ini asal berbagai persoalan yang menghambat selama ini bisa dibenahi dengan baik.

Dalam situasi krisis global saat ini, di mana semua negara mengalami kesulitan, adalah momentum yang baik bagi Indonesia untuk kembali bangkit. Tentu ini menuntut kejelian, kerja keras, dan koordinasi yang efektif pemerintah, dunia usaha, dan perguruan tinggi sebagai centre of excellent.

Dalam kaitan hubungan dengan Jepang, potensi terbesar Indonesia adalah pasar dalam negeri dan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut yang berlimpah dan Jepang dengan keandalan teknologi dan jaringan pemasaran yang luas.

Secara jeli, pemerintah dan dunia usaha harus mampu meyakinkan perusahaan Jepang bahwa dengan pasar dalam negerinya yang besar, Indonesia adalah pilihan basis produksi yang terbaik dan mendorong mereka untuk melakukan transfer teknologi.

Pemberian reward (termasuk dalam bentuk fiskal) kepada perusahaan yang melakukan transfer teknologi dan pendalaman struktur industri adalah salah satu cara paling efektif. Langkah ini akan amat strategis apalagi dikaitkan pasal perjanjian IJ-EPA untuk membantu peningkatan capacity- building di 10 sektor industri nasional.

Keberhasilan transfer teknologi akan memberi manfaat yang amat besar bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas nasional dan daya saing produk dalam negeri, sekaligus membuka akses produk nasional ke pasar global. Dengan standar teknologi dan produk yang tinggi, akan lebih mudah bagi produk Indonesia bersaing di pasar dunia.

Karena itu, selain memberi insentif bagi perusahaan yang melakukan transfer teknologi dan pendalaman struktur industri, tak kalah penting adalah mendorong kerja sama riset dan pengembangan antarperguruan tinggi dan lembaga penelitian kedua negara untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi sumber daya alam.

Kegiatan ke depan

Simposium Indonesia-Jepang yang digelar Panitia Peringatan 50 Tahun Indonesia-Jepang bersamaan dengan pelaksanaan Indonesia-Japan Expo 2008, misalnya, adalah salah satu contoh kegiatan penting yang perlu lebih digalakkan ke depan.

Acara yang menghadirkan para pakar perguruan tinggi kedua negara akan menggali berbagai potensi yang bisa dikembangkan untuk kepentingan bersama dan juga disebarluaskan ke daerah- daerah sehingga berbagai potensi yang ada—baik di darat maupun di laut—bisa dimanfaatkan lebih optimal bagi peningkatan kesejahteraan bangsa.

Tuhan telah menganugerahi begitu banyak rezeki bagi bangsa ini dalam berbagai potensi yang besar. Adalah tugas kita semua memanfaatkannya secara lebih baik dan tepercaya, termasuk dalam memanfaatkan jalinan persahabatan Indonesia-Jepang.

Rachmat Gobel Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang