Faustinus Andrea - Menuju ASEAN yang Solid

Judul : Menuju ASEAN yang Solid
Sumber : Kompas, Selasa, 21 Oktober 2008

Oleh Faustinus Andrea

Tuntas sudah perdebatan seputar ratifikasi Piagam ASEAN. Setidaknya, setelah senat Thailand pertengahan September 2008 mengeluarkan legislasi ratifikasi Piagam ASEAN, disusul parlemen Filipina 7 Oktober 2008 dan DPR 8 Oktober 2008.

Sebelumnya, ketujuh negara ASEAN—Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar— lebih dulu telah meratifikasi Piagam ASEAN pascapenandatanganan piagam oleh para kepala negara ASEAN pada KTT Ke-13 ASEAN di Singapura, November 2007. Sementara, DPR membawa RUU Piagam ASEAN ke Rapat Paripurna DPR, disahkan menjadi undang-undang.

Isu amandemen

Menlu RI Hassan Wirajuda mengatakan, ratifikasi ini merupakan langkah awal transformasi ASEAN untuk mencapai integrasi penuh sebagai Komunitas ASEAN tahun 2015 dan kontribusi penting bagi stabilitas keamanan di kawasan (Kompas, 9/10). Melalui komunitas, ASEAN berjuang mengubah status dari sekadar ”perhimpunan bangsa-bangsa” menuju kesatuan ”masyarakat” yang terdiri atas bangsa-bangsa. Artinya, ASEAN memulai transformasi dari kumpulan negara yang berasosiasi menuju komunitas kawasan yang terintegrasi.

Namun, dalam mencapai cita- cita integrasi ASEAN, banyak masalah mendasar, seperti praktik junta militer Myanmar yang tidak mengubah kehidupan demokrasi, penahanan tokoh prodemokrasi Aung San Suu Kyi, sengketa perbatasan Kamboja-Thailand terkait candi Preah Vihear, dan kisruh politik di Thailand.

Meski dampak masalah itu menjadi perhatian, ASEAN kurang serius mengatasinya. Padahal, rencana aksi ASEAN Security Community (ASC) menjamin penyelesaian dalam mekanisme kelembagaan ASEAN. ASC merupakan salah satu pilar Komunitas ASEAN 2015.

Bagaimanapun ini menjadi tanggung jawab ASEAN karena Piagam ASEAN menyebutkan jaminan untuk menjaga, meningkatkan perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara, dan memperkuat demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik.

Piagam ASEAN juga mengedepankan aturan hukum dan menegakkan hak asasi manusia. Namun, bagaimana ASEAN menjadi kesatuan legal jika sejumlah pasal Piagam ASEAN tidak memberi kerangka jelas, menetapkan prinsip dan aneka macam peraturan anggotanya?

Mekanisme pengambilan keputusan (Pasal 20), sanksi atas pelanggaran Piagam ASEAN, mandat badan HAM ASEAN, dan kejelasan kriteria serta tugas badan HAM, tanpa ada kejelasan sesuai keinginan rakyat (Pasal 14) merupakan masalah. Tak mengherankan, kini muncul isu amandemen atas piagam itu. Isu amandemen sebetulnya tidak perlu muncul jika ASEAN merespons secara lebih baik pasal-pasal yang belum jelas dengan mengintensifkan persoalan secara proaktif. Mengingat kompleksnya pasal itu, penyelesaian komprehensif dan sistematis perlu menjadi perhatian utama guna menekan efek negatif isi piagam. Aspek politik, hukum, keamanan, dan ekonomi perlu diperjelas.

Organisasi ASEAN

Para pemimpin ASEAN juga perlu menyadari apa yang dipertaruhkan dalam perdebatan dan pembahasan Piagam ASEAN terkait aturan hukum, nasional maupun internasional. Piagam ASEAN juga mengatur penegasan secara hukum, eksistensi organisasi ASEAN, termasuk tujuan, lingkup kerja sama, struktur organisasi, dan cita-cita bersama kawasan. Juga disadari, Piagam ASEAN dapat menjadi ukuran kemajuan dan pencapaian kiprah ASEAN sebagai penggerak di tengah perubahan global.

Lebih dari itu, eksistensi dan masa depan ASEAN yang terintegrasi berarti mengurangi jurang pembangunan; penguatan institusi demokrasi; perlindungan HAM; serta pemerintahan yang baik, bersih, dan transparan.

Tiba saatnya ASEAN memiliki mekanisme yang jelas dan tidak lagi mengandalkan ASEAN Way. Di tengah krisis keuangan global, jatuhnya pasar saham dan makin kompetitifnya China, India, dan Korea Selatan, Piagam ASEAN dapat menjadi modal status hukum dan struktur organisasi yang jelas serta menjadi sarana ASEAN diterima di PBB karena memiliki legal personality.

Hanya saja proses sosialisasi Piagam ASEAN jangan mengarahkan ASEAN berpusat pada negara (supranasional), tetapi berpusat ke masyarakat, partisipasi masyarakat, baik dalam bentuk perwakilan politik, perwakilan masyarakat umum, serta perwakilan para pengusaha dalam konteks domestik maupun regional.

Mengarahkan ASEAN untuk menjadi supranasionalitas hanya akan menghadapi banyak masalah dan tantangan. Peran pemimpin ASEAN untuk mewujudkan Piagam ASEAN sebagai perekat integrasi dan respons terhadap KTT Ke-14 ASEAN di Bangkok, Desember 2008, menjadi penting saat tuntutan soliditas ASEAN menjadi taruhan.

Faustinus Andrea Pengelola Jurnal Analisis CSIS, Jakarta