Oleh Artidjo Alkostar
Munculnya kasus-kasus hukum yang memaksa polisi, jaksa, hakim, advokat duduk di pesakitan pengadilan karena terlibat tindak pidana menunjukkan adanya suasana tragikomis dalam penegakan hukum di negara kita.
Tertangkapnya anggota komisi karena suap dan adanya penegak dipidana karena melanggar hukum menunjukkan kita memerlukan cermin besar untuk melihat secara utuh masalah penegakan hukum yang hingga kini belum memuaskan masyarakat.
Pendidikan hukum
Secara institusional, fakultas- fakultas hukum sebagai kontributor sumber daya penegak hukum tidak bisa melepaskan tanggung jawab moralnya. Makin banyak sarjana hukum atau calon penegak hukum yang diproduksi, seharusnya semakin mendekati terwujudnya keadilan hukum.
Pendidikan hukum merupakan subsistem pendidikan nasional. Untuk itu diperlukan interaksi fungsional antara institusi pendidikan hukum dan penegak hukum agar standar profesionalisme penegak hukum terpenuhi. Masyarakat pencari keadilan dan investor luar negeri selalu menuntut jaminan kredibilitas penegakan hukum.
Keberadaan hukum menunjukkan fungsi perlindungan: melindungi martabat kemanusiaan, hak asasi, dan hak sosial ekonomi rakyat dalam bernegara. Para penegak hukum yang melaksanakan kekuasaan negara wajib meyakinkan masyarakat dan publik internasional bahwa di Indonesia, hukum berfungsi efektif.
Fenomena tragikomis penegakan hukum menjadi ironi negara hukum dan membuat risi dan resah sarjana hukum. Sarjana dan penegak hukum yang innocence pun ikut tercemar oleh ulah penegak hukum yang tidak profesional dan melanggar hukum.
Fenomena penegak hukum menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana membuat hukum kehilangan kewibawaan di masyarakat dan publik internasional. Hukum dinilai telah kehilangan sebagian sukma keadilan dan penegak hukumnya kehilangan legitimasi kompetensi profesional. Meski jumlah penegak hukum yang baik dan berintegritas lebih banyak, nila sesendok telah menetes ke susu di belanga.
Integritas penegak hukum merupakan elemen utama penegakan hukum. Penegak hukum harus memiliki cukup pengetahuan hukum (knowledge), keterampilan penerapan hukum (legal technical capacity), dan kepribadian yang tangguh karena profesi penegak hukum tidak sepi dari godaan dan tantangan. Penegak hukum tidak boleh bercanda dengan nasib pencari keadilan. Kepercayaan publik melekat pada predikat penegak hukum. Transaksi jual beli kekuasaan hukum, merupakan pengkhianatan sosial dan aib bagi profesi hukum. Jika terjadi beberapa fenomena tragikomis penegakan hukum, tidak lagi dapat dikatakan sebagai oknum tetapi merupakan produk pendidikan hukum dan rekrutmen penegak hukum.
Fungsi protektif hukum
Sistem rekrutmen penegak hukum di AS, Inggris, dan Australia menjadikan para lawyer sebagai basis sumber daya penegak hukum. Di Jerman, rekrutmen melalui continuing legal education. Dalam pendidikan yang terdiri dari calon advokat, jaksa, dan hakim, tiap angkatan pendidikan memilih 10 lulusan terbaik untuk menjadi hakim. Ini menunjukkan sistem rekrutmen penegak hukum memiliki parameter yang jelas dan terukur. Makin baik kualitas rekrutmen penegak hukum, kian baik kualitas fungsi penegak hukum dalam menjalankan tugas yuridisnya.
Rangkaian proses penegakan hukum menghasilkan produk solusi otoritatif bagi masalah hukum dalam bermasyarakat dan bernegara. Produk penegakan hukum harus merupakan puncak kearifan dari persoalan hukum. Konotasinya, predikat penegak hukum memiliki standar moral profesional yang dipercaya. Kredibilitas penegakan hukum terkait peningkatan kualitas budaya hukum. Kualitas ketaatan hukum dalam masyarakat akan meningkat jika penegak hukum memiliki integritas profesionalisme.
Keberadaan penegak hukum wajib mewujudkan rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Hukum merupakan minyak pelumas bagi lancarnya perjalanan mesin demokrasi ekonomi dan politik. Penegak hukum wajib mewujudkan kebenaran hukum. Tugas profesional penegak hukum ibarat mengupas dan menyajikan daging buah bagi masyarakat.
Aparat penegak hukum merupakan elemen dari fungsi protektif hukum. Penegak hukum harus melindungi kehidupan dan penghidupan rakyat tidak boleh mengompromikan kebenaran hukum dengan kebatilan.
Prospek penegakan hukum harus terindikasi dalam visi penegakan hukum masa kini. Indonesia memiliki banyak tukang hukum yang andal. Namun, negara membutuhkan banyak arsitek hukum yang piawai mendesain negara hukum yang kokoh, yang memberi keamanan, keteduhan, dan keharmonisan kehidupan masyarakat, dan tidak membiarkan penegakan hukum berjalan tanpa arah.
Fenomena tragikomis penegakan hukum merupakan mendung yang menutupi pemberantasan korupsi dan menjadi kendala perjalanan demokrasi ekonomi. Indonesia tidak boleh terus berkubang dalam lumpur korupsi sistemik. Maka, pembangunan sistem pendidikan hukum yang terintegrasi dengan rekrutmen penegak hukum dan sistem penegakan hukum merupakan prioritas pembenahan.
Artidjo Alkostar Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia; Mantan Direktur LBH Yogyakarta