Oleh A Sonny Keraf
Krisis keuangan global yang dipicu krisis keuangan di Amerika Serikat sebenarnya disebabkan oleh pengkhianatan terhadap ideologi ekonomi pasar.
Tidak seperti dikehendaki Bapak ekonomi pasar, Adam Smith, Pemerintah AS justru membiarkan pasar keuangannya bebas tak terkendali tanpa intervensi.
Di pihak lain, saat Pemerintah AS mengintervensi pasar keuangannya dengan mengucurkan dana besar talangan dari pajak rakyat, tindakan itu memunculkan pertanyaan apakah tindakan itu tepat dan adil dari perspektif sistem ekonomi pasar. Pertanyaan yang sama juga muncul, bahkan harus muncul, saat Pemerintah Indonesia mengambil aneka tindakan yang mengarah pada intervensi pasar keuangan guna mencegah krisis ekonomi.
Tidak tabu intervensi
Sistem ekonomi pasar sebagaimana dikehendaki Adam Smith memang membuka ruang bagi interaksi dan transaksi bisnis secara bebas di antara pelaku. Prinsipnya, pelaku bebas masuk dan keluar dari pasar. Tetapi, ini tidak berarti dalam sistem ekonomi pasar sebagaimana dicetuskan Adam Smith, intervensi negara melalui pemerintah ditabukan sama sekali. Dia memang melontarkan doktrin nonintervensi dari negara. Namun, itu tidak mutlak. Negara bahkan dibenarkan untuk intervensi.
Intinya, boleh atau tidak pemerintah atas nama negara melakukan intervensi terhadap pasar ditentukan oleh paling kurang dua hal. Pertama, ini ditentukan oleh siapa sesungguhnya pemerintah yang sedang berkuasa.
Kedua, niat dasar dari tindakan intervensi pemerintah terhadap pasar. Kedua pertimbangan ini pada dasarnya bersifat moral: menyangkut keadilan (fairness) dalam interaksi pasar.
Bagi Adam Smith, saat pasar (untuk konteks modern berarti juga pasar keuangan) telah berkembang menjadi sedemikian liar dan jelas ada pihak atau pelaku pasar terindikasi atau telah dirugikan, maka sah secara moral dan dibenarkan untuk pemerintah melakukan intervensi demi mencegah dan/atau memulihkan kembali kerugian dari pihak tertentu dalam pasar.
Tentu saja ini mengandaikan informasi terbuka sehingga bisa diketahui potensi atau kejadian yang merugikan pihak tertentu. Dan, itu berarti perlu dan diharuskan adanya pengawasan dari negara melalui pemerintah untuk menjaga agar pasar benar-benar fair dan tidak malah merugikan pihak tertentu.
Atas dasar teori Adam Smith, dapat disimpulkan, pemerintahan George W Bush telah melakukan kesalahan fundamental yang justru mengkhianati sistem ekonomi pasar sendiri, yaitu membiarkan pasar keuangannya bebas liar beroperasi dengan menelan korban dan banyak pihak dirugikan secara menyakitkan tanpa ada intervensi berupa pengawasan atau kontrol apa pun.
Pemerintahan Bush seharusnya melakukan intervansi jauh sebelumnya tidak saja untuk mencegah krisis tetapi juga mencegah pelaku pasar yang dirugikan sekaligus menjaga fairness dalam interaksi pasar. Intervensi ini adalah sebuah keharusan doktrin pasar bebas sejak dari lahir oleh pencetusnya sendiri.
Pemerintah yang mana?
Di pihak lain, intervensi terhadap pasar oleh pemerintah tidak serta-merta bisa dibenarkan bahkan oleh sistem ekonomi pasar sendiri. Dalam konteks historis, Adam Smith menolak intervensi pemerintah (Inggris saat itu) karena pemerintah telah berkolusi dan bersekongkol dengan para pedagang (kaum merkantilis) untuk mengatur transaksi dagang sedemikian rupa demi kepentingan dan keuntungan pedagang dengan merugikan kepentingan banyak pihak.
Jadi, pertama, selama pemerintah berkolusi dan bersekongkol dengan pihak tertentu (pedagang) untuk mengatur transaksi bisnis demi kepentingan kelompok tertentu dengan merugikan pihak lain, intervensi itu secara moral salah dan karena itu harus ditolak.
Kedua, selama niat dasar intervensi pemerintah adalah bukan menegakkan fairness dan menjamin kepentingan bersama secara fair, intervensi itu secara moral juga salah karena itu tidak pernah dibenarkan.
Dengan dasar pemikiran ini, apakah intervensi pemerintahan Bush dan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap pasar keuangan yang sedang krisis dibenarkan atau tidak, amat tergantung niat dasar, warna, dan watak pemerintahan itu. Jika niat dasarnya adalah untuk menyelamatkan kepentingan publik yang mengalami kerugian akibat krisis keuangan, tentu bisa dibenarkan. Lebih dari itu, jika bisa dijamin bahwa pemerintah yang sedang melakukan intervensi itu memang steril dari kepentingan bisnis atau politik, juga bisa dibenarkan.
Cerita akan lain jika niat dasar dari intervensi yang dilakukan pemerintah sebenarnya adalah untuk menyelamatkan kepentingan bisnis pihak tertentu yang sedang sekarat karena krisis keuangan, tetapi dibungkus argumen demi menyelamatkan krisis keuangan dan untuk mencegah korban lebih banyak. Intervensi yang kelihatan mulia, tidak serta- merta secara moral dibenarkan.
Alat paling sederhana untuk mengecek kemurnian niat pemerintah adalah apakah ada anggota kabinet yang mempunyai kepentingan bisnis langsung atau tidak langsung dengan perusahaan yang sedang dilanda krisis keuangan. Kalau ada (entah presiden, wakil presiden, atau menteri), kita harus mencurigai niat intervensi pemerintah karena amat mungkin ditunggangi kepentingan anggota kabinet untuk menyelamatkan perusahaannya. Selama ada anggota kabinet yang perusahaannya dilanda krisis keuangan atau ada anggota kabinet menjadi pemain di pasar saham, intervensi pemerintah amat patut dicurigai dan diwaspadai.
Pada titik ini, persoalan keadilan atau fainerss, yang menjadi fokus utama teori Adam Smith, kembali mengemuka secara jelas. Apakah adil, bila pemerintah menggunakan uang negara untuk menyelamatkan perusahaan keuangan yang sekarat padahal mereka jugalah yang telah merugikan kepentingan para klien mereka secara tidak fair, serakah dan tidak peduli?
Apakah intervensi dengan kedok menyelamatkan krisis ekonomi negara secara keseluruhan adalah adil jika akhirnya rakyat banyak yang dirugikan justru yang membayar kerugian yang ditimbulkan para kapitalis yang tamak dan rakus? Lalu, siapakah yang membela rakyat ketika kekuasaan negara juga digunakan para kapitalis melalui pemerintah yang berkuasa untuk menyelamatkan kepentingan kapitalis?
A Sonny Keraf Menulis Disertasi di KUL Belgia Etika Ekonomi Pasar Adam Smith, Diterbitkan dalam Bahasa Indonesia berjudul Pasar Bebas, Keadilan dan Peran Pemerintah, 1996